Oleh : Chaidir Hasballah, SE
(Aktivis Sosial Aceh).
(Globaldrafnews.com) Amiruddin Yahya Azzawiy, lebih dikenal sebutan Emi, ini nama kecilnya dan begitu ia dipanggil banyak orang. Ia lahir di Langsa, 9 September 1975, kini ia seorang akademisi, intelektual publik dan aktivis sosial. Sejarah hidupnya unik, beda dari akademisi lain di Langsa, Aceh – Indonesia. Emi bukan dari keluarga mampu katagori ekonomi keatas, ia lahir dari keluarga yang biasa saja secara ekonomi.
Emi kecil (Amiruddin Yahya Azzawiy), sekitar kelas 2 Sekolah Dasar – Emi telah bekerja selepas pulang sekolah atau ketika libur sekolah. Ia Sekolah di SDN 1 Inpres Matang Seulimeng. Ia bekerja membantu petani kangkung dan menjual Es ganefo. Hal yang luar biasanya lagi, yaitu ketika Emi duduk kelas 3 pada Madrasah Tsanawiyah (MTs) ia memilih jadi tukang pangkas, memurutnya profesi ini secara ekonomi dapat membiayai sekolahnya di MTs dan MAN (Madrasah Aliyah Negeri). Hasil dari bekerja menjadi tukang pangkas rambut, ia mampu selesaikan pendidikan di MTs dan MAN.
Setelah lulus MAN tahun 1996, ia tidak langsung masuk Perguruan Tinggi, ia kembangkan usaha pangkas rambut. Era Reformasi 1998, atas desakan dan anjuran teman – temannya, ia kuliah di STAI Zawiyah Cot Kala Langsa (kampus swasta). Naluri pemimpinnya semakin kuat ketika ia masuk kampus, karena sebelumnya ketika di MTs dan MAN, ia menjadi ketua kelas dan memimpin teman – temannya. Di kampus, ia juga dipilih sebagai komisaris kelas hingga tamat kuliah.
Ikut training HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) tahun 1998 di Langsa, lalu tahun 1999 training HMI lagi di Bandar Lampung. Tahun 2000, ia terpilih menjadi Ketua Majelis Perwakilan Mahasiswa (MPM) di kampusnya, dan menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tahun 2001. Disela sebagai mahasiswa, ia aktif sebagai jurnalis di Surat Kabar Mingguan Meuligoe Timoe terbitan Aceh.
Pasca MoU (Memorandum of Understanding ) Helsinki, ia terpilih menjadi Ketua Panwaslih (Panitia Pengawas Pemilihan) PILKADA Kota Langsa. Lulus Program Magister 2007 di IAIN SU, ia ikut testing Dosen (lecturer), setelah lulus testing Dosen, ia diangkat menjadi Dosen tetap IAIN Langsa. Tahun 2009, ia dilantik menjadi ketua Prodi Pendidikan Islam (PAI) di Fakultas Tarbiyah.
Pada tahun 2012 mendapat beasiswa tugas belajar program Doktor (S3) pada UINSU Medan. Setelah lulus tahun 2016, ia diangkat menjadi ketua Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI) Pascasarjana IAIN Langsa. Kemudian, menjabat Wakil Dekan III Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) IAIN Langsa. Ia aktif banyak lembaga atau organisasi, diantaranya LSM Piranti Bangsa, Intellectual Institute, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Langsa, Himpunan Sarjana Pendidikan Agama Islam (PD-HSPAI) Provinsi Aceh, dan Aliansi Penyelenggara Perguruan Tinggi Indonesia (APPERTI) Wilayah Aceh.
Amiruddin Yahya Azzawiy anak keenam dari tujuh bersaudara, ayahnya bernama Muhammad Yahya bin Sulaiman bin T. Usuf Muda bin T. Malem Muda. Ayahnya, kelahiran Idi, kabupaten Aceh Timur dan ibunya Laibah binti Syamaun kelahiran Matang Teupah, Kabupaten Aceh Tamiang. Ayahnya wafat pada tahun 1997 dan ibunya wafat pada tahun 2003. Ia memiliki istri bernama Indra Safriyati, S.Pd.I (almh), isterinya meninggal dunia pada hari Jum’at, 26 April 2019. Dari pernikahan dengan Indra Safriyati di karunia lima orang anak, yakni; Aqim Sultan Hanifan, Amisa Qaulan Tsakila, Zaki Sovereign, Zafran Aldric dan Haziq Adskhan. Ia menikah lagi pada tanggal 2 Juni 2020 dengan Ria Oktari.
Sebagai seorang ilmuwan pendidikan Islam dan sejarah, ia menulis buku dan jurnal tentang Sejarah Pendidikan Islam. ia juga terlibat sebagai reviewer dan editor jurnal. Pemikirannya progresif dan konstruktif, ia kritis dan aktif menyikapi persoalan pendidikan, sosial, sejarah, politik dan regulasi. Sebagai akademisi, ia tertarik dengan sejarah, karena sejarah sumber learning dan inspiration, morality. Pemikirannya, selain ditulis media, juga dimuat dalam website-nya bernama azzawiy.id. Ia pendiri sekaligus owner website azzawiy. id dan telah melakasanakn milad (nativity) yang pertama tanggal 9 September 2020.
Dari sisi kepemimpinan, Amiruddin Yahya Azzawiy bukan hanya kapabel namun lebih dari itu, ia juga seorang konseptor. Ia loyal, integritas, humoris dan disukai banyak teman – teman. Bakat pemimpin berkembang seiring waktu hingga menjadi seorang akademisi. Ketika masih mahasiswa, ia Ketua Umum Majelis Perwakilan Mahasiswa (MPM) pertama pasca reformasi hasil adopsi semi sistem trias politika Montesquieu.
Pasca reformasi, organisasi intra kampus adopsi sistem negara demokrasi, yakni model separation of power. Organisasi mahasiswa prototipe miniatur negara dengan konsepsi separation of power. Ide ini muncul pasca runtuhnya kekuasaan politik Orde Baru. Karena, hakikat mahasiswa, secara ontologis sebagai iron stock – penerus estafet bangsa maka mesti belajar konsep trias politika dengan sistem pemisahan kekuasaan (Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif). Amiruddin Yahya Azzawiy salah seorang yang memformat ulang organisasi mahasiswa dan menyusun AD/ART untuk disesuaikan dengan konsep trias politika tanpa lembaga Yudikatif mahasiswa.
Amiruddin Yahya Azzawiy menjadi Ketua Majelis Perwakilan Mahasiswa pada era reformasi dan konflik Aceh yang berkecamuk antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka. Konflik Aceh berakhir dengan konsepsi MoU (Memorandum of Undestanding) Helsinki. Setelah damai, Aceh melaksanakan PILKADA (Pemilihan Kepala Daerah) serentak seluruh Aceh tahun 2006. Ketika itu, Amiruddin Yahya Azzawiy tampil sebagai Ketua Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Kota Langsa. Substansi tugas Panwaslih memastikan proses demokratisasi berjalan sesuai regulasi negara. Ia memimpin Panwaslih pada era transisi politik Aceh, dari konflik menjadi damai Aceh.
Selain memiliki kemampuan akademis, ia seorang leader dan konseptor lahirnya organisasi alumni perguruan tinggi dan organisasi profesi. Naluri memimpin semakin kuat ketika ia menjadi kader Himpunan Mahasiswa Islam.
Ia founder organisasi alumni yang bernama Korps Alumni Zawiyah Cot Kala (Kopazka) IAIN Langsa tahun 2012. Ketika menjabat ketua umum, ia protes hilangnya nama “Zawiyah Cot Kala” pada saat alih bentuk dari STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa menjadi IAIN Langsa. Secara historical, ia berjuang untuk merawat sejarah bangsa. Sebab, “Zawiyah Cot Kala” nama Universitas Islam tertua di Nusantara abad ke 9 Masehi. Ia berjuang agar nama “Zawiyah Cot Kala” ditabalkan dibelakang IAIN Langsa.
Tahun 2013, ia diminta menjadi ketua umum Yayasan Dayah Bustanul Ulum Langsa yang telah disahkan Kementerian Hukum dan HAM RI tahun 2010. Pada era sebelumnya, Ketua Yayasan adalah Pimpinan Daerah (Bupati atau Walikota), bukan ex officio, tetapi begitu yang berlaku secara outomatically.
Yayasan ini populer di Aceh, Indonesia dan manca negara, terutama Pondok Pasantren Madrasah Ulum Qur’an (MUQ) Langsa. Ia menata manajemen, menyelesaikan konflik, menertibkan aset dan melakukan pengembangan lembaga dari Akademi Kebidanan (AKBID) Bustanul Ulum Langsa menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Bustanul Ulum Langsa tahun 2014.
Ia memimpin Yayasan Dayah Bustanul Ulum Langsa ditengah konflik, dengan kemampuan leadership yang dimiliki, ia dapat menyelesaikan problematika yang muncul. Sampai saat ini, Yayasan dan unit lembaga (MUQ dan STIKes) masih berjalan normal tanpa ada gangguan, jikapun ada persentasenya kecil. Dilihat dari sisi kepemimpinan. Ia sosok fenomenal, memimpin pada masa transisi konflik Aceh dan Yayasan dalam persoalan keperdataan (hukum Perdata).
Amiruddin Yahya Azzawiy dianugrahkan gelar “Azzawiy” oleh Pengurus Pusat Korps Alumni Zawiyah Cot Kala (PP Kopazka) IAIN Langsa. Gelar “Azzawiy” diberikan karena dedikasi, loyalitas dan perjuangannya terhadap organisasi alumni dan almamater IAIN Langsa. Ia dianugrahkan Gelar “Azzawiy” pada tanggal 9 Juli 2017 di Kota Langsa – pengukuhannya dilakukan oleh Bahtiar Husin ( ketua umum ) dan Muhammad Mundzir Yns (sekretaris umum).
Amiruddin Yahya Azzawiy, orang pertama yang dianugerahkan gelar kehormatan, maka ia dapat disebut “Azzawiy al Ula”. Sejak dianugrahkan gelar tersebut, ia memakai gelar “Azzawiy” dibelakang namanya. Gelar “Azzawiy” bukan gelar akademik, tetapi sinopsis dedikasi, loyalitas dan perjuangan pada organisasi alumni dan almamater. Gelar “Azzawiy” bermakna “alumni Zawiyah Cot Kala”, gelar ini produk dari PP Kopazka IAIN Langsa. (Eka)